POSISI STRATEGIS GURU
DALAM PENENTUAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
Dr. Drs. Widodo, S.H., M.H.*
A. PENDAHULUAN
Setiap manusia dapat mengembangkan potensi diri melalui proses belajar dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.[1] Proses tersebut merupakan kegiatan yang mulia dan selalu mengandung kebajikan, dan selalu berwatak netral.[2] Salah satu tempat pembelajaran adalah lembaga pendidikan formal. Di era modern ini terjadi perubahan paradigma dari 'pengajaran' ke 'pembelajaran' sehingga di sekolah terjadi proses pergeseran pusat proses pendidikan dari guru ke murid, dari transfer pengetahuan ke transformasi pengetahuan. Meskipun demikian, guru seyogyanya dapat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, karena pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) saat ini menuntut para guru agar melaksanakan pembelajaran yang bervariasi di kelas.
Pencapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran. Karena itu, penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan. Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan menyenangkan serta terhindar dari kebiasanan adalah dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar membahas bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas tentang bagaimana cara membelajarkan siswa dengan berbagai variasinya sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.[3] Berkaitan dengan paparan tersebut, perl dikupas tentang apakah elemen-elemen utama yang perlu dipertimbangkan guru dalam dalam penentuan model pembelajaran.
B. MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF: TUNTUTAN DAN HAMBATAN
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan baru yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga mencapai peningkatan hasil belajar. Pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.[4] Pembelajaran inovatif lebih bersifat student centered. Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated instruction). Pembelajaran inovatif mendasarkan diri pada paradigma konstruktivistik untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.[5] Dalam paradigma tersebut, guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, membuat hipotesis, menggeneralisasi, dan melakukan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara optimal, maka perlu pemahaman konstruksivisme secara utuh (powerfull constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan sintaks. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, bukan pada guru.
Pembelajaran inovatif tersebut merupakan tuntutan modernitas masyarakat, karena saat ini sudah memasuki abad 21, yang menurut Makagiansar bahwa dalam abad 21 pendidikan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.[6] Hal ini perlu direspons secara positif dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, dan peningkatan mutu pendidikan.
Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, Mulyasa mengemukakan, bahwa guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan harus memiliki berbagai konsep dan cara untuk mendongkrak kualitas pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan kecerdasan emosi, mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang, membangkitkan nafsu belajar, memecahkan masalah, mendayagunakan sumber belajar, dan melibatkan masyarakat dalam pembelajaran.[7]
Namun demikian, ternyata tidak semua kelas, atau sekolah atau guru dapat menerapkan pembelajaran inovatif. Bahkan, dalam praktik, tidak ada satupun jenis model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan di semua kelas. Karena itu, untuk menentukan model pembelajaran inovatif, seorang guru memerlukan pertimbangan yang matang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
C. RAGAM MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
Erman S. Ar., menguraikan ada 65 (enam puluh lima) model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan oleh guru, yaitu Koperatif (CL, Cooperative Learning), Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning), Realistik (RME, Realistic Mathematics Education), Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning), Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning), Problem Solving, Problem Posing, Problem Terbuka (OE, Open Ended), Probing-prompting, Pembelajaran Bersiklus (cycle learning), Reciprocal Learning, SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy), TGT (Teams Games Tournament), VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic), AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition), TAI (Team Assisted Individualy), STAD (Student Teams Achievement Division), NHT (Numbered Head Together), Jigsaw Model, TPS (Think Pairs Share), GI (Group Investigation), MEA (Means-Ends Analysis), CPS (Creative Problem Solving), TTW (Think Talk Write), TS-TS (Two Stay &; Two Stray), CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending), SQ-3R (Survey, Question, Read, Recite, Review), SQ-4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review), MID (Meaningful Instructionnal Design), KUASAI, CRI (Certainly of Response Index), DLPS (Double Loop Problem Solving), DMR (Diskursus Multy Reprecentacy), CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition), IOC (Inside Outside Circle), Tari Bambu, Artikulasi Artikulasi, Debate, Role Playing, Talking Stick, Snowball Throwing, Student Facilitator and Explaining, Course Review Horay, Demostration, Explicit Instruction, Scramble, Pair Checks, Make-A Match, Mind Mapping, Examples Non Examples, Picture and Picture, Cooperative Script, LAPS-Heuristik, Improve, Generatif, Circuit Learning, Complette Sentence, Concept Sentence, Time Token, Take and Give Model, Superitem, Hibrid Model, Treffinger, Kumon, dan Quantum.
Semua model pembelajaran di atas mempunyai karakteristik dan sintaks (prosedur) pelaksanaan yang berbeda, namun semua sama-sama menempatkan siswa sebagai pusat orientasi pembelajaran.
D. POSISI STRATEGIS GURU DALAM PENENTUAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
Berkaitan dengan profesionalisme guru, Maister mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.[8] Karena itu, Glasser mengemukakan empat jenis kompetensi tenaga pengajar, yakni (a) mempunyai pengetahuan belajar dan tingkah laku manusia, (b) menguasai bidang ilmu yang dibinanya, (c) memiliki sikap yang tepat tentang dirinya sendiri dan teman sejawat serta bidang ilmunya , (d) keterampilan mengajar.[9] WF Connell membedakan tujuh peran seorang guru profesional, yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga. Khusus di Indonesia, kompetensi guru yang dimaksud di dalam UU No.25 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen meliputi Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, dan Kompetensi profesional.
Berkaitan dengan upaya meningkatkan profesionalisme guru, maka dalam KTSP, seorang guru diberi peluang sangat luas untuk menentukan model pembelajaran yang akan digunakan. Namun demikian, agar guru dapat efisien dan efektif dalam mencapai tujuana pembelajaran, guru seyogyanya memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa variabel pengiring. Beberapa variabel tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tujuan, hasil dan pengalaman belajar siswa yang diinginkan;
2. Materi pembelajaran;
3. Urutan pembelajaran (sequence) yang selaras : deduktif atau induktif;
4. Alokasi Waktu yang tersedia;
5. Waktu penyajian (jam berapa);
6. Tingkat pilihan dan tanggung jawab siswa (degree);
7. Pola interaksi yang memungkinkan (antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa); dan
8. Keterbatasan dalam praktik pembelajaran yang ada (misalnya media, usia siswa (Klas berapa)).
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa strategi yang paling sering dilakukan untuk mengaktifkan siswa adalah diskusi kelas. Namun dalam praktik, strategi ini kadang tidak efektif karena meskipun guru sudah mendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, kebanyakan siswa hanya diam menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai oleh beberapa siswa saja. Karena itu, dan berpijak pada konsep profesionalisme guru, maka guru harus mempunyai keberanian untuk menentukan model pembelajaran berdasarkan pada perhitungan ilmiah. Jika setelah dievaluasi ternyata model yang sudah dilaksanakan tersebut kurang berhasil maka, guru harus melakukan modifikasi dan mengubah model pembelajaran tersebut sampai berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Kompetensi guru profesional.
E. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, ternyata guru menduduki posisi strategis dalam menentukan model pembelajaran, terutama setelah pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Guru yang profesional akan selalu memperhatikan elemen-elemen pengiring yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan model pembelajaran, antara lain Tujuan, hasil dan pengalaman belajar siswa yang diinginkan; Materi pembelajaran; Urutan pembelajaran (sequence) yang selaras: deduktif atau induktif; Alokasi Waktu yang tersedia; Waktu penyajian; Tingkat pilihan dan tanggung jawab siswa (degree); Pola interaksi yang memungkinkan (antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa); dan Keterbatasan dalam praktik pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
E, Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya,
Maister, DH., 1997. True Professionalism. The Free Press, New York
O’Neil, William F., 1981. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Pustaka Pelajar,
Sudjana, Nana, 1988. Cara Belajar Siswa Aktif, Sinar Baru Algesindo, Jakarta
Tim Dosen IKIP Malang, 1989, Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya
Makalah
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996,
Sentyasa, I Wayan, MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI, Makalah Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana Juni – Juli 2005, di Jembrana
________PEMBELAJARAN INOVATIF: MODEL KOLABORATIF, BASIS PROYEK, DAN ORIENTASI NOS, Makalah Disajikan dalam Seminar Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura.
Internet
Erman S. Ar., MODEL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI KOMPETENSI SISWA, http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option= com_content & do_pdf =1&id=60, diakses tanggal 21 November 2001, pukul 21.00.
* Dosen Dipekerjakan (Dpk) di Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang, Jl. Danau Sentani 99 Malang (http://www.wisnuwardhana.ac.id), E-mail: Kangwidodo@plasa.com., dan Kangwidodo@yahoo.co.id, Blog: Widodo-Cybercrimelaw.blogspot.com
[1] Tim Dosen IKIP Malang, Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1989, p. 35.
[2] William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1981, p. x.
[3] Erman S. Ar., MODEL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI KOMPETENSI SISWA, Ditulis oleh http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=60.
[4] I Wayan Santyasa, PEMBELAJARAN INOVATIF: MODEL KOLABORATIF, BASIS PROYEK, DAN ORIENTASI NOS, Makalah Disajikan dalam Seminar Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura.
[5] I Wayan Santyasa, MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI, Makalah Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana Juni – Juli 2005, di Jembrana
[6] Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996,
[7] E Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional.
[8] Maister, DH. 1997. True Professionalism.
[9] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, Sinar Baru Algesindo, Jakarta, 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar